Laman

Jumat, 12 Mei 2017

Perawat dalam Percaturan Politik dan Globalisasi

Perawat dalam Percaturan Politik dan Globalisasi

(Oleh : Prof. Achir Yani S. Hamid, MNS., DNS*)
Masalah kesehatan di Indonesia merupakan masalah yang kompleks yang memerlukan berbagai upaya komprehensif dan kontribusi dari berbagai pihak dan berbagai disiplin ilmu.  Keperawatan sebagai salah satu profesi dengan disiplin ilmu yang unik dan dengan ciri praktik keperawatan bersifat konstan, kontinyu, koordinatif dan advokatif serta merupakan mayoritas tenaga kesehatan dan penjalin kontak pertama dengan penerima pelayanan kesehatan, sangat menentukan pada penanganan masalah kesehatan serta perkembangan upaya kesehatan lebih lanjut. Keperawatan merupakan profesi yang terus berproses memenuhi  karakteristik yang dipersyaratkan untuk mendapatkan pengakuan sebagai profesi. Pada abad 20 yang dipertanyakan adalah “apa yang perawat kerjakan”, pada abad 21 berkembang menjadi “apa yang perawat ketahui dan bagaimana mereka menggunakan pengetahuan tersebut untuk kepentingan orang yang dilayani.”  Artinya body of knowledge keperawatan yang merupakan salah satu karakteristik profesi harus diaplikasikan dalam praktik keperawatan ilmiah yang unik untuk kemaslahatan ummat manusia,  tidak merupakan bagian dari disiplin ilmu lain tapi bersifat saling melengkapi dengan disiplin ilmu lain yang fokus intervensinya adalah penerima pelayanan kesehatan. Pengakuan terhadap keunikan praktik keperawatan yang didukung oleh body of knowledge keperawatan perlu diatur sebagai sistem secara utuh dan ditetapkan oleh Undang Undang Keperawatan.
Keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosis dan tritmen terhadap respons manusia, mempersyaratkan perawat untuk memandang dan memperlakukan manusia secara manusiawi sebagai mahluk yang utuh dan unik dengan beragam bentuk dan tingkat kebutuhan manusia. Keperawatan sebagai pelayanan professional dan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan merupakan kiat dan ilmu dalam memberikan asuhan keperawatan bio-psiko-sosial-kultural yang komprehensif kepada sistem klien yaitu individu, kelompok, keluarga dan komunitas, pada kondisi sakit maupun sehat sepanjang daur kehidupan. Keperawatan  memberikan bantuan bagi mereka yang mengalami kelemahan karena ketidakmampuan, ketidaktahuan dan ketidakmauan untuk hidup secara mandiri dan melakukan kegiatan hidup sehari hari. Bantuan diarahkan pada pemberian pelayanan kesehatan utama dalam upaya menghasilkan suatu perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan untuk memampukan semua orang mencapai kehidupan yang produktif. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi atau bekerjasama dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, kesehatan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok.
Keperawatan sebagai ilmu adalah sistem pengembang pengetahuan yang mengamati, mengklasifikasi, menghubungkan proses dimana seseorang secara positif mempengaruhi status kesehatannya. Keterampilan intelektual, tehnikal, dan interpersonal dari praktik keperawatan berdasarkan teori dan prinsip ilmu dasar, sosial dan perilaku. Semua elemen tersebut digunakan dalam proses keperawatan dan tentunya dalam perencanaan asuhan keperawatan. Proses keperawatan adalah metode ilmiah penyelesaian masalah yang diterapkan pada keperawatan. Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan dalam tahapan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. Kegiatan keperawatan dilaksanakan secara independen dan interdependen melalui promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, tritmen bagi yang sakit dan mempertahankan status kesehatan sesuai dengan kewenangan, tanggungjawab professional, standar dan etika profesi. Dasar dasar teoritis yang berhubungan dengan konsep manusia, masyarakat, dan kesehatan merupakan konsep yang penting untuk keperawatan, di samping itu teori yang berkaitan dengan proses kepemimpinan dan manajemen juga penting untuk peran professional keperawatan.
Lingkup praktik keperawatan tidak hanya terbatas pada tugas, fungsi dan tanggung jawab yang spesifik, tetapi meliputi pemberian asuhan keperawatan langsung dan mengevaluasi pengaruhnya, memberikan advokasi pada klien dan untuk kesehatan, menyelia dan mendelegasikan pada yang lain, memimpin, mengelola, mengajarkan, melaksanakan riset dan mengembangkan kebijakan kesehatan bagi sistem pelayanan kesehatan. Selanjutnya, mengingat lingkup praktik merupakan suatu yang dinamis dan responsif terhadap kebutuhan kesehatan, pengembangan pengetahuan dan kemajuan tehnologi, diperlukan telaah secara berkala untuk memastikan bahwa tetap konsisten dengan kebutuhan kesehatan terkini serta mendukung peningkatan keberhasilan di bidang kesehatan.
Lingkup praktik keperawatan didefinisikan dalam kerangka kerja regulatori legislatif dan mengkomunikasikan kepada orang lain tentang peran, kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) serta akuntabilitas professional perawat. Kewenangan keperawatan diperoleh dari pengetahuan berdasarkan evidence dalam praktik. Bagaimanapun juga, keperawatan berhubungan dengan profesi kesehatan lain melalui kegiatan kolaborasi, merujuk dan berkordinasi, sehingga telah membangun  body of knowledge yang unik dan juga berbagi dalam praktik. Praktik dan kompetensi individu perawat dalam lingkup praktik yang legal dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk, pendidikan, pengalaman, kepakaran dan minat serta konteks praktik. Oleh karena itu, definisi tentang peran dan lingkup praktik perlu merefleksikan keperawatan yang berbeda, sementara/ketika mengkomunikasikan hakekat multidisiplin dan interdisiplin pelayanan kesehatan
Yang terhormat hadirin sekalian
International Council of Nurses (ICN) menekankan bahwa peran kunci keperawatan  mencakup advokasi, promosi tentang lingkungan yang aman, riset, partisipasi  dalam merumuskan kebijakan kesehatan dan manajemen sistem kesehatan dan pendidikan. ICN menegaskan pembinaan tingkat kompetensi yang tinggi dalam kisaran pengetahuan dan keterampilan diperlukan untuk melaksanakan tugas atau intervensi dukungan, harus disiapkan untuk praktik klinik, manajemen, pendidikan, riset, regulasi atau pengambilan keputusan. Lebih jauh lagi ICN menyatakan, mengingat semua kebijakan peraturan dan perundang undangan tentang kesehatan akan mempengaruhi perawat, maka  sangat penting  keterlibatan perawat dalam kancah politik, untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dan alokasi sumber (uang, waktu dan sumber daya manusia). Karena sumber  yang terbatas, maka perlu membuat berbagai pilihan dalam pemanfaatannya. Apabila dibuat satu pilihan, maka ada pilihan lain yang harus diabaikan. Selama ini lebih sering pilihan yang dibuat tidak memihak pada kepentingan perawat dan keperawatan agar dapat mengkontribusi maksimal bagi kepentingan pelayanan keperawatan untuk masyarakat. Padahal keperawatan merupakan posisi kunci karena sifat pekerjaan perawat yang dekat dengan masyarakat dalam kontak yang konstan dan terus menerus, sehingga memungkinkan perawat berperan sebagai advokat dan kordinator dalam pelayanan kesehatan. Namun pada kenyataannya, keperawatan dan perawat seringkali menjadi korban kebijakan dan peraturan perundangundangan yang ditetapkan oleh  bukan perawat. Oleh karena itu, perawat harus berperan aktif dalam arena politik dan juga dalam organisasi profesi. Untuk itu perawat perlu memahami proses politik dan hal hal terkait dengan keputusan politik. Dengan banyaknya suara yang ingin didengar dalam lingkaran pengambilan keputusan, maka biasanya hanya orang yang memahami kekuasaan dan politik yang paling memungkinkan untuk memperoleh sumber sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan.
Sebenarnya dalam sejarah perkembangan keperawatan di dunia, perawat selalu dilibatkan dalam politik. Florence Nightingale menggunakan kedekatannya dengan tokoh pejabat pemerintahan yang sangat berkuasa untuk medapatkan suplai dan SDM yang diperlukan untuk merawat tentara yang luka saat perang Crimia. Hannah Ropes berjuang untuk perawatan bagi tentara korban Civil War, karena ia memahami siapa yang berpengaruh di Washington dan siapa yang mendukung upayanya demi tentara tsb (Lienhard, 2002 in Ellis & Hartley, 2008). Isabel Hampton memanfaatkan World’s Fair and Columbian Exposition untuk mengumpulkan perawat pemimpin membentuk  organisasi keperawatan yang pertama.
Di Indonesia, momentum utama proses perkembangan keperawatan sebagai profesi, yaitu ketika disepakatinya secara nasional pada tahun 1983 tentang definisi keperawatan sebagai profesi dan pendidikan keperawatan berada pada sistem pendidikan tinggi. Kebangkitan keperawatan sebagai profesi yang sekali gus merupakan deklarasi dan janji komunitas keperawatan kepada masyarakat Indonesia secara luas bahwa tenaga keperawatan sebagai tenaga professional mempunyai kewajiban peran dalam lingkup praktik keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi. Untuk itu, perawat  yang memenuhi kualifikasi diberi kewenangan untuk melakukan praktik. Berarti tidak bisa dipungkiri harus terjadi suatu pergeseran pandangan yang semula intervensi keperawatan sebagai bagian dari intervensi medik menjadi intervensi keperawatan yang mandiri, pendidikan keperawatan yang semula merupakan pendidikan vokasional yang berorientasi pada pendidikan di tatanan rumah sakit kemudian bergeser menjadi pendidikan profesi yang dikembangkan dalam sistem pendidikan tinggi atau universitas, dan perawat yang semula mengelompokkan diri berdasarkan pekerjaan berkembang menjadi komunitas kesejawatan professional baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Setelah 30 tahun dari deklarasi pertama bahwa keperawatan sebagai profesi dan upaya menuju perwujudannya, ternyata tidak mudah dan berjalan tidak secepat yang diharapkan. Langkah penataan awal yang memang sudah dihadapkan pada berbagai tantangan, antara lain; jumlah mayoritas perawat   berpendidikan rendah, sangat langka posisi kunci di pemerintahan dan di parlemen yang dijabat oleh perawat, rasa kesatuan dan persatuan yang belum membudaya untuk memajukan profesi keperawatan, tekanan budaya hubungan kerja dengan profesi lain yang menempatkan perawat dalam posisi tawar yang rendah, kolabarasi dan networking yang terbatas, kemampuan menulis dan mempublikasikan tulisan tentang profesi keperawatan dan kontribusinya bagi masyarakat masih rendah, dan tidak kalah pentingnya adalah rendahnya kemampuan perawat untuk memahami tentang dimana keputusan strategis dibuat, siapa yang membuat keputusan, dan bagaimana perawat bisa mempengaruhi proses pembuatan keputusan strategis yang akan menghasilkan kebijakan, peraturan dan perundang undangan.
Ada baiknya kita melakukan kilas balik tentang perkembangan profesi keperawatan yang berhubungan dengan pengaruh politik di Indonesia. Sebagaimana diketahui setelah melalui perjuangan dan proses yang panjang, akhirnya RUU Keperawatan masuk dalam agenda prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI untuk disahkan pada tahun 2010. Cetusan awal untuk memiliki Undang undang keperawatan diinisiasi oleh PSIK FKUI sejak tahun 1989, mengingat pentingnya pengaturan lingkup praktik keperawatan di antara berbagai jenjang dan jenis tenaga perawat dan juga antara perawat dengan tenaga kesehatan lain. Pada 1998 rencana strategik pengembangan sistem keperawatan disusun dengan dukungan Depkes dan WHO. Ini merupakan renstra nasional pertama yang pernah disusun. Belum ada profesi kesehatan lain yang memiliki renstra seperti yang dibuat untuk keperawatan. Regulasi Keperawatan  menjadi salah satu bidang hasil pokok renstra tsb. Namun baru pada tahun 2005 RUU Praktik Keperawatan (waktu usulan pertama belum diubah menjadi RUU Keperawatan) diusulkan atas inisiatif pemerintah dengan nomor urut 160 untuk diselesaikan  DPR RI periode 2004-2009. Ternyata sampai tahun 2007 tidak tampak upaya untuk membahasnya, maka mulai tahun 2007, PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) mengambil inisiatif untuk melakukan berbagai upaya lobby, meluaskan jalinan hubungan dan jejaring dengan berbagai Fraksi di DPR RI, melakukan press conference dan berbagai tulisan di media massa, melakukan gerakan simpatik di DPR RI dan di Depkes, serta berbagai upaya lain yang bertujuan agar RUU Keperawatan dialihkan menjadi usul inisiatif DPR RI.
Berbagai isu politik yang lebih panas seringkali menutupi jeritan tentang pentingnya RUU Keperawatan bagi perlindungan publik. Sehingga amat penting untuk menjerit lebih keras lagi dengan mengangkat isu mogok nasional apabila RUU Keperawatan tidak segera disahkan. Strategi ini berhasil dengan menempatkan RUU Keperawatan pada nomor urut 26 di Badan Legislasi untuk dibahas 2009. Tapi karena keterbatasan waktu pada masa akhir periode 2004-2009, RUU ini belum bisa diselesaikan pada tahun 2009. Yang pasti tidak boleh kehilangan momentum, khususnya terkait dengan masa pemilihan anggota legislatif dan presiden. Walaupun demikian, PPNI tetap bersikap netral dengan lebih mengedepankan calon legislatif dan calon presiden yang peduli dengan kepentingan rakyat. Hasil dari berbagai upaya yang sudah dilakukan adalah diagendakannya RUU Keperawatan untuk dibahas dan disahkan pada tahun 2010. Kondisi terakhir RUU Keperawatan setelah berbagai upaya dan “pressure” dilakukan, akhirnya Februari 2013, Sidang Paripurna DPR RI memutuskan RUU Keperawatan menjadi prioritas dengan inisiatif DPR RI. April 2013 Presiden mengeluarkan Amanat Presiden kepada lima Kementrian untuk melakukan harmonisasi.  Proses harmonisasi berlangsung, namun dengan usulan pada DIM (Daftar Isian Masalah) memasukkan kebidanan dalam RUU Keperawatan. Tantangan baru menghadang kembali perjuangan keperawatan dan masyarakat untuk pengesahan UU Keperawatan di 2013.
Belajar dari pengalaman dan pendampingan oleh ICN, CNA, DPR RI dan berbagai pemangku kepentingan baik secara individu maupun organisasi, maka perawat Indonesia perlu memahami dan memiliki keterampilan mempengaruhi proses politik,   strategi kunci keberhasilan dalam perjuangan untuk mensukseskan pengesahan RUU Keperawatan menjadi UU Keperawatan, serta peran organisasi profesi PPNI dan focal points keperawatan.
Proses politik yang perlu dipahami adalah:
  1. Selalu terpapar tentang berbagai isu yang berkembang dan sumber informasi. Pengetahuan tentang isu terkini dalam kancah politik dan kerangka legislatif, memungkinkan perawat dan focal point untuk lebih awal menyiapkan pandangan personal dan professional terhadap isu isu tersebut dan mencoba untuk mempengaruhi hasil dari proses politik. Sumber informasi tersedia melalui pemberitaan media, publikasi khusus, internet web sites, dan pertemuan organisasi. Informasi dari pusat  ke daerah dan dari daerah ke pusat menjadi sangat penting untuk menjaga konsistensi substansi dan memanfaatkan setiap momentum penting yang ada.
  2. Memberikan suara bagi calon anggota legislatif dan presiden yang peduli tentang masalah keperawatan dan perawat melalui upaya mendukung pengesahan Undang Undang Keperawatan dan menekankan pada kepentingan rakyat banyak khususnya, pada masyarakat yang rawan dan kurang beruntung karena kemiskinan dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Pengurus Pusat PPNI membuat peta tentang tiap individu anggota komisi IX yang pada periode 2004-2009 telah membuktikan dukungan yang konsisten terhadap upaya pengesahan RUU Keperawatan dan. Lalu meminta PPNI daerah pemilihan calon legislatif tsb untuk memberikan dan melakukan gerakan pemenangan bagi calon legislatif tsb. Strategi ini berhasil  untuk mengantarkan kembali calon legislatif menjadi anggota DPR RI Periode 2009-2014. Beberapa perawat calon legislatif yang didukung oleh sejawatnya belum berhasil untuk menjadikan mereka sebagai anggota DPR RI. Perlu kajian mendalam tentang keberhasilan yang tertunda ini. Untuk Capres dan Cawapres dilakukan dialog terbuka untuk mengetahui visi dan misi mereka. Selanjutnya keputusan cerdas dibuat oleh tiap individu perawat untuk menentukan keputusan mereka.
  3. Memelihara hubungan dan terus berkomunikasi dengan anggota legislatif dan memperluas kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat dan pemerintah. Baik yang dilakukan secara personal maupun dalam kegiatan organisasi. PPNI membentuk berbagai Tim Kecil untuk melobi berbagai fraksi dan pemangku kepentingan yang berpengaruh dalam proses pengesahan RUU Keperawatan. Secara intens tim pakar yang dihimpun oleh PPNI berdialog dengan tim ahli fraksi dan komisi terkait. Hubungan yang bernilai politik terus dilakukan tidak saja secara internal, namun juga ekstenal.
  4. Memperluas sosialisasi internal dan eksternal termasuk konsultasi publik terus dilakukan untuk meningkatkan dukungan dan meminimalkan resistensi terhadap RUU Keperawatan agar dapat segera disahkan. Perawat secara individual maupun melalui organisasi PPNI menjadikan pengalaman ini sebagai suatu proses pembelajaran untuk menjadi lebih diplomatis dan politis dalam mengangkat berbagai isu dan mengintegrasikannya dengan mengedepankan kepentingan masyarakat luas dan sekaligus profesionalisme perawat.
Para hadirin sekalian yang saya hormati,
Ada sepuluh strategi kunci untuk sukses ketika kita telah masuk dalam arena politik dalam rangka pengesahan RUU Keperawatan menjadi UU Keperawatan. Strategi kunci ini dihimpun dari berbagai tulisan dan pengalaman terdahulu dari berbagai sumber (Ridenour & Harris, 2010), sbb:
  1. Jangan berasumsi bahwa orang lain memahami apa maksud kita, oleh karena itu penting sekali untuk membuat tujuan tentang setiap kebijakan dan peraturan perundang undangan yang diperjuangkan, sejelas jelasnya bagi semua pihak yang berkepentingan termasuk pentingnya konsultasi publik.
  2. Mendengarkan tidak hanya apa yang dikatakan, tapi juga apa yang tidak dikatakan. Seringkali orang tidak menyampaikan perasaan, tujuan, atau motif yang sebenarnya. Hal ini tidak mudah untuk diamati, oleh sebab itu jadilah pendengar yang baik dan perhatikan dengan cermat apa yang tersirat namun tidak tersurat. Kendatipun demikian, janganlah kehilangan pandangan tentang maksud awal mengapa penting adanya kebijakan dan peraturan dan perundangan undangan tertentu. Perawat juga perlu terbuka untuk melakukan kompromasi tentang isu yang tidak kritikal.
  3. Mengetahui lingkungan legislatif dan memahami isu lain yang sedang dalam proses legislatif. Bagaimanapun juga apa yang sedang dibahas akan berpengaruh pada perjuangan pengesahan RUU Keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Mengabaikan lingkungan legislatif akan memperlambat proses RUU keperawatan.
  4. Selalu ingat bahwa segala sesuatu berhubungan, antara lain hubungan antara berbagai isu, dan tujuan kebijakan yang bisa bersifat mendukung atau tidak mendukung. Misalnya upaya Depkes untuk mengusulkan RUU Tenaga Kesehatan dan memasukkan tenaga keperawatan di dalam RUU Tenaga Kesehatan tersebut, perlu disikapi secara bijaksana dengan berbagai alasan mengapa profesi keperawatan memerlukan  UU Keperawatan yang mengatur secara utuh sistem keperawatan di Indonesia yang bermanfaat untuk penataan secara nasional dan internasional dalam hubungannya dengan antara lain MRA (Mutual Recognition Arrangement). MRA mengatur tentang pengakuan bagi migrasi perawat lintas Negara di era globalisasi yang harus dihadapi sebagai tantangan. Keberhasilan politik pada satu aspek dipengaruhi oleh keterlibatan perawat pada aspek lain. Perlu diingat bahwa semua kebijakan, peraturan dan perundangan undangan khususnya di bidang kesehatan akan mempengaruhi perawat dan selanjutnya akan mempengaruhi produk hukum itu sendiri.
  5. Selalu menyadari bahwa RUU Keperawatan bukan milik kita, tapi milik semua elemen masyarakat dan pemangku kepentingan yang akan dipengaruhi oleh adanya UU Keperawatan tersebut. Penting untuk memastikan semua pihak merasa memiliki atas UU Keperawatan dan secara psikologis akan menggerakkan dukungan untuk pengesahannya.
  6. Memastikan bahwa pemerintah pusat dan daerah, khususnya Kementritan teknis terkait mendapatkan informasi yang diperlukan. Mewakili komunitas perawat Indonesia, PPNI di tingkat pusat maupun daerah perlu secara terus menerus memberikan informasi tentang  alasan pentingnya UU Keperawatan dan informasi lain yang relevan dan didukung oleh data yang faktual dan aktual.
  7. Menjaga agar koalisi dan pemangku kepentingan untuk selalu mendapatkan informasi terkini. Dukungan koalisi sangat diperlukan sepanjang proses legislatif, oleh karena itu koalisi perlu mengetahui dukungan yang perlu ditingkatkan dan oposisi yang perlu dihindarkan. Negosiasi secara terus menerus memerlukan dukungan dari pihak yang telah memberikan dukungan sejak awal perjuangan.
  8. Bersabar, tidak kalah penting sebagai strategi kunci keberhasilan, karena proses legislatif menawarkan banyak peluang baik untuk aksi cepat maupun kelambanan dalam bergerak pada masa yang cukup panjang. Karena proses legislatif tidak dalam kendali organisasi profesi, sehingga perkembangan kemajuan juga tergantung pada apa yang terjadi dalam arena politik dan legislatif. Ini berarti bahwa selain dengan bersabar, kita juga harus selalu siap untuk membahasnya setiap saat.
  9. Melakukan hanya hal yang penting dan hindarkan yang tidak penting. Memahami bahwa RUU Keperawatan sudah berada dalam agenda prioritas DPR RI untuk disahkan pada tahun 2013, yang penting diperjuangkan adalah bagaimana agar RUU ini terus berproses dengan hasil pengaturan maksimal untuk prinsip regulasi yang sangat mendasar. Gerakan yang tidak simpatik dan counter productive di luar legislatif berpotensi menurunkan dukungan. Hindarkan sikap kasar, tidak menghormati walaupun sangat menggoda untuk melakukannya karena telah lama menahan perasaan tidak puas terhadap apa yang terjadi pada keperawatan dan perawat, tetap saja tidak perlu dilakukan karena akan berisiko membuat upaya yang sudah berhasil sampai tahap saat ini, menjadi mundur.
  10. Selalu ingat tujuan pentingnya Undang Undang keperawatan, karena upaya legislatif seharusnya menghasilkan sesuatu yang benar, tidak sesederhana hanya tentang “kemenangan”. Kadang kadang tujuan dicapai tanpa solusi legislatif. Jadi tidak sesederhana cukup berhasil dalam pengesahan, karena pengesahan itu sendiri bisa saja akan lebih berbahaya dari misi kita untuk melindungi publik.
Sebagai organisasi profesi, PPNI perlu melakukan beberapa hal, antara lain: 1) melobi pemerintah dan badan pembuat kebijakan untuk memastikan keperawatan masuk di dalamnya; 2) memposisikan PPNI sebagai sumber pakar yang penting untuk mengatasi berbagai tantangan kesehatan; 3) waspada terhadap berbagai isu kesehatan dan publik yang berkembang; 4) memutuskan strategi yang paling tepat untuk keterlibatan perawat dalam berbagai proses pembuatan kebijakan, peraturan dan perundang undangan; 5) membentuk aliansi strategik dengan organisasi lain yang setara dengan PPNI; 6) memastikan adanya pernyataan tertulis yang jelas dan disajikan secara professional; 7) menyusun pernyataan bersama dengan organisasi lain, jika diperlukan; 8) mengedukasi anggota tentang isu politik yang berkembang; 9) memastikan bahwa wakil PPNI dan focal points keperawatan adalah orang orang yang terpilih yang menguasai substansi dan mampu untuk berkomunikasi secara diplomatis; 10) menyiapkan generasi muda perawat untuk peran kepemimpinan mempengaruhi keputusan kebijakan dan politik; 11) selalu menjalin hubungan dengan orang orang yang berpengaruh, khususnya politisi.
Para hadirin sekalian yang saya hormati,
Self governance dan self regulated menjadi amat penting untuk terus diperjuangkan. Tanpa kemandirian profesi, maka akan sulit untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. Globalisasi sangat berhubungan dengan kompetensi dan pengakuan yang dikuatkan secara hukum atas kompetensi yang dimiliki oleh perawat di tingkat nasional dan global. Kita sadari bahwa Generasi pendahulu telah meletakkan landasan yang kuat, generasi sekarang memperkuat landasan yang sudah dibangun dengan rancangan arah pengembangan proyektif jauh ke depan. Tugas generasi keperawatan saat ini adalah mengisi bangunan dan merealisasikan keperawatan sebagai profesi agar selalu dekat dengan masyarakat, menjadi tidak saja sebagai suara komunitas keperawatan, tapi juga sebagai suara masyarakat luas yang paling memerlukan. Tentunya dengan pemahaman dan penghayatan bahwa tiap zaman mempunyai tantangan tersendiri, oleh karena itu membangun profesi keperawatan harus melalui pembangunan sistem dengan landasan konsep dan pemikiran proyektif yang kokoh dan tidak mudah goyah.   Saya berharap, pada waktu yang tidak terlalu lama lagi perawat Indonesia tidak lagi menjadi korban dari kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang dibuat bukan oleh perawat. Sejak 2005, PPNI sudah memasukkan satu departemen yang mengampu aspek hukum dan pemberdayaan politik dalam struktur organisasi, ternyata masih belum berhasil untuk mengantarkan perawat Indonesia ke senayan sebagai anggota legislatif DPR RI. Namun demikian, makin banyaknya para perawat dan ners dengan pendidikan tinggi dan berwawasan luas serta berkomitmen luar biasa terhadap profesi, baik sebagai ners generalis, Ners Spesialis dan Ners Konsultan, keinginan untuk memiliki perawat politisi (nurse politician) makin dekat untuk bisa terwujud.   Makin banyak perawat yang terlibat dalam kancah politik dan penetapan kebijakan kesehatan.  Citra keperawatan sebagai profesi akan meningkat sejalan dengan makin dekat dan dikenalnya praktik keperawatan yang mandiri dan unik oleh masyarakat Indonesia dan masyarakat Dunia yang didukung oleh Undang Undang Keperawatan dengan Konsil keperawatan Indonesia sebagai Badan Regulatori Independen yang mengatur sistem uji kompetensi, sertifikasi kompetensi, registrasi dan pemberian lisensi bagi perawat.
=============================================================
*) Adalah Guru Besar Bidang Ilmu Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan
    Universitas Indonesia dan Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Pusat Persatuan
    Perawat Nasional Indonesia,   WSDN Board Member and WHO-HQ Expert Panel on
    Nursing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar