strategi Perencanaan kesehatan Di Indonesia
Strategi Perencanaan Kesehatan di Indonesia
Kesehatan
merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki
peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama
selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi
pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan
dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan,
prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Angka kematian
bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup
(2002–2003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari 334 (1997)
menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur harapan hidup
meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur harapan
hidup meningkat dari dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun
(2003).Prevalensi gizi kurang (underweight)
pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5
persen (2004). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat
sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi
kurang diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi
Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk
miskin/tidak mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan,
terutama di wilayah perkotaan cenderung meningkat karena perubahan gaya
hidup masyarakat.Angka
kesakitan yang tinggi terjadi pada anak-anak dan usia di atas 55 tahun,
dengan tingkat morbiditas lebih tinggi pada wanita dibanding pria.
Sepuluh penyakit dengan prevalensi tertinggi adalah penyakit gigi dan
mulut, gangguan refraksi dan penglihatan, ISPA, gangguan pembentukan
darah (anemia) dan imunitas, hipertensi, penyakit saluran cerna,
penyakit mata lainnya, penyakit kulit, sendi dan infeksi nafas kronik.
Selain itu Indonesia juga menghadapi ”emerging diseases” seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases” seperti malaria dan TBC.Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi
oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan
kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan,
obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan
manajemen kesehatan. Fasilitas
pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir
seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh
Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan
Puskesmas keliling 6.132 unit. Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan
dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini
belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait
dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota,
namun sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat
berjalan dengan optimal.Di
bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220
obat. Penggunaan obat generik dan obat tradisional cenderung mengalami
kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat nasional telah dipenuhi dalam
negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat kesehatan.
Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan
kesehatan masih belum optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah
oleh masyarakat. Selain itu obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya
dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar.
Pengawasan terhadap keamanan dan mutu obat dan makanan telah dilakukan
lebih luas meliputi produk pangan, suplemen makanan, obat tradisional,
kosmetika, produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan penyidikan
kasus tindak pidana. Dalam
hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua
jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM
adalah inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah
kesehatan. Walaupun rasio SDM kesehatan telah meningkat, tetapi masih
jauh dari target Indonesia Sehat 2010 dan variasinya antar daerah masih
tajam. Dengan produksi SDM kesehatan dari institusi pendidikan saat ini, target tersebut sulit untuk dicapai. Pada tahun 2003, rasio tenaga dokter 17.47, dokter spesialis 5.2, Perawat 108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000 penduduk Dalam
aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya
desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya
sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM
daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi,
terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta struktur
organisasi kesehatan yang tidak konsisten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar